
Raja Ampat merupakan kepulauan yang terletak di Papua Barat, yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Tempat ini mendapat julukan surga bawah laut terindah di dunia. Lautnya menjadi habitat bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, penyu, dan pari manta yang terancam punah. Raja Ampat juga memiliki pasir selembut tepung dan pemandangan yang begitu indah, seakan menyihir siapa pun yang berkunjung dengan kelestarian alamnya yang terjaga. Perekonomian mayoritas masyarakat di sana bergantung pada sektor pariwisata yang berbasis keindahan alam.
Namun, belakangan ini, keindahan yang dimiliki Raja Ampat tampaknya dirusak oleh tangan-tangan rakus melalui kegiatan pertambangan nikel. Para pelaku tidak menunjukkan rasa kemanusiaan maupun cinta pada alam dan kelestariannya. Para investor hanya memikirkan keberlangsungan perusahaan mereka tanpa mempertimbangkan dampak dari perbuatan biadab tersebut.
Raja Ampat bukanlah tempat untuk tambang nikel; ia adalah surga yang harus dijaga dari cengkeraman oligarki kapital. Pemerintah Republik Indonesia, yang dijuluki “Negeri Konoha”, seharusnya tidak menutup mata terhadap fenomena kerusakan lingkungan yang kian parah ini. Kerusakan lingkungan di Raja Ampat menjadi bukti bahwa pemerintah belum mampu menertibkan perizinan tambang nikel yang sarat akan pelanggaran.
Dilansir dari Tirto.id, hal itu dibuktikan dengan pernyataan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK, Hanif Faisol Nurofiq, ada empat perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran, yaitu PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
Menurut Nurofiq bahwa PT Kawei Sejahtera terbukti telah melakukan pelanggaran dengan membuka pertambangan seluas lima hektare di Pulau Kawe, di luar kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Pelanggaran tidak berhenti di situ. PT Anugerah Surya Pratama telah melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare. Proses pertambangan tersebut dilakukan tanpa sistem manajemen lingkungan yang baik dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Pihak kementerian telah memasang papan peringatan di lokasi ini.
Sementara itu, PT Gag Nikel melakukan pertambangan di sebuah pulau kecil seluas 6.030,53 hektare. Aktivitas pertambangan tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, PT Mulia Raymond Perkasa juga ditemukan melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Bale tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah tidak serius dalam menjaga kelestarian alam, laut, dan keberlangsungan hidup yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, kerusakan lingkungan di Raja Ampat adalah masalah serius yang harus segera diperhatikan. Segala bentuk kegiatan pertambangan yang melanggar perizinan dan tidak sesuai dengan norma sosial harus dihentikan. Pemerintah perlu mengkaji ulang secara mendalam dampak lingkungan dan tidak hanya mengutamakan kepentingan investor yang semata-mata mengejar keuntungan, tanpa memedulikan dampak dari perbuatan brutal mereka.
Sungguh miris melihat kondisi Indonesia hari ini. Pemerintah hanya bersikap manis saat ada kepentingan politik. Ketika sudah duduk di kursi birokrasi, suara rakyat tak lagi menjadi prioritas. Kepentingan investor asing justru lebih dikedepankan. Sebagai aktivis pers mahasiswa, kami tentu tidak akan tinggal diam melihat kondisi carut-marut Indonesia hari ini. Hal yang perlu ditegaskan kembali di akhir tulisan saya adalah: Raja Ampat bukan objek tambang, melainkan kekayaan alam Papua Barat yang harus kita jaga bersama. Tanggung jawab ini bukan hanya milik masyarakat Papua, tetapi seluruh bangsa Indonesia, demi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari penjahat lingkungan, mafia tanah, dan investor brutal.
Terima kasih telah membaca.
Penulis: Ach Zainuddin
Editor: Rohman