Kategori
Diskusi

Bangun Kekuatan Bangkitkan Semangat Juang Pers Mahasiswa

Dulu kita mendengar suara-suara para aktivis pers mahasiswa berteriak menyuarakan kebobrokan pemerintah, bicara lantang akan nasib rakyat miskin kota yang terus ditindas, dirampas haknya sampai diperkosa hasrat dan harga dirinya. Pena menjadi senjata yang mematikan untuk menusuk hati dan pikiran para pemangku kekuasaan yang fasis dan terus mencekam rakyatnya. Lembaran-lembaran hasil reportase yang disebarkan kepada rakyat menjadi medium yang sangat efektif untuk menyadarkan rakyat akan kondisi bangsa Indonesia.

Pada masa Orde Baru (1971-1980) kehidupan perpolitikan yang awalnya dirasakan liberal bergeser ke authoritarian yang mengingkan semua aktivitas politik berada di tangan kekuasaan pemerintah dan hal tersebut juga berefek pada aktivitas pers mahasiswa yang kemudian lahir gagasan Back to Campus. hal tersebut dikarenakan pemerintah tak kuasa menyaksikan gerakan pers mahasiswa yang terus mengontrol dan mengkrtik mereka yang tak becus dalam mengurus negara.

Pada tahun 1978  dikeluarkanlah konsep NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kamapus / Badan Koordiansi Kemahasiswaan)  oleh pemerintah guna meredam aktivitas pers mahasiswa di luar kampus yang selalu mengawasi kinerja mereka. Bagi pers mahasiswa yang tidak taat pada aturan, konsekuensinya adalah dibredel atau dihentikan segala bentuk aktivitasnya, Dari hal itu kemudian kasus pembredelan pers mahasiswa kian marak.

Suasana yang mencengakan tersebut sempat digambarkan  oleh  Amir Efendi Siregar (1983), ia mengatakan bahwa kondisi pers mahasiswa harus dihantam dengan keras agar diam,  keberanianya merefleksikan kenyataan yang hidup dan melontarkan kritik sosial yang tajam, pers mahasiswa harus dibredel oleh penguasa.

Kini, di zaman demokrasi, di mana semua berhak untuk menyampaikan pendapat dan melampiaskan ekspresinya dan itu dilindungi oleh Undang- Undang ternyata masih saja ada peristiwa pembungkaman pers mahasiswa. dunia yang sudah masuk pada era  keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi ternyata gaya Orba masih saja melekat di otak birokrat, niat busuk untuk membelenggu pers mahasiswa kian nyata. Pola yang diterapkan untuk membungkam tak jauh beda dengan model Orba. Jika membangkang dari aturan maka Ancamanya tentu tak main-main, seperti pembredelan, pembekuan struktur lembaga, Drop Out (DO) sampai pada pemidanaan aktivis pers mahasiswa.

Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mencatat pada kurun waktu 2015-2016 sekitar 12 kasus lembaga pers mahasiswa yang mengalami tindakan kekerasan oleh pejabat kampus dan lembaga Negara. Ini sungguh fenomena yang sangat mengerikan. Kejamnya mereka yang melakukan tindakan pengekangan dan perlakuan yang sewenang-wenang terhadap pers mahasiswa tidak bisa dibenarkan dan hal tersebut melawan hukum . padahal Negara menjunjung tinggi prinsip demokratis, sesuai dengan pasal pasal 28, 28 ayat (2) dan (3) serta pasal 28 F yang merupakan jaminan perlindungan terhadap kehidupan demokrasi yang sehat dan Negara hukum yang berdaulat. Dalam ranah perguruan tinggi-pun sudah dia atur dalam  undang-undang dasar no 12 tahun 2012 pada pasal 8 dan 9 yang sudah sangat jelas menjamin  adanya kebebasan mimbar akademik  dan otonomi keilmuan yang kemudian Pimpinan Perguruan Tinggi bertanggungjawab untuk melindungi segala aktivistas dan pelaksanaan kebebasan mimbar akdemik.namun masih saja ada tindakan kekerasan yang menjamur. Ini adalah sinyal jika pers mahasiswa sudah darurat akan kekerasan.

Akankah kita akan diam dan menyaksikan peristiwa ini terus-menerus tanpa ada tindakan yang kongkret? Apa yang mesti kita perbuat ketika hak dan jaminan kebebasan di perguruan tinggi dirampas dan dikekang dengan tindakan yang berlebihan? Kita harus menyadari serta melakukan perlawanan akan kebiadaban para birokrat fasis yang mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat mahasiswa.

Kita memang tidak bisa membalik sejarah, namun kita perlu belajar pada sejarah. Tujuan pers mahasiswa lahir adalah untuk menyampaikan kebenaran dan mengontrol kebijakan para pemangku kekuasaan. Sebagai aktivis pers mahasiswa, kita perlu sadar akan kondisi pers mahasiswa kini, keberadaanya sangat mengkhawatirkan, perlu dorongan kekuatan bersama untuk menyelamatkan pers mahasiswa dan mempersiapakan generasi yang akan datang.

Untuk kita perlu mewujudkan pers mahasiswa yang egaliter, progresif dan revolusioner guna membangun pondasi pers mahasiswa dengan konsep berjejaring yang perlu kita kuatkan dan rawat, Solidaritas yang perlu dibangun, sampai pada sikap kritis melihat kondisi bangsa dan Negara perlu dipertahankan.

Sudah saatnya pers mahasiswa menyuarakan anti pembungkaman, sudah saatnya pers mahasiswa melawan segala bentuk penindasan, dan sudah saatnya pers mahasiswa bangkit dari ketidakberdayaan melawan tirani penguasa kampus. Bara api tak akan pernah padam di tubuh pers mahasiswa. Jika bara apa tersebut menyatu tentu saja akan menjadi api yang lebih besar yang dapat membakar manusia-manusia yang anti terhadap demokrasi, gerakan intoleransi, sampai penghambat semangat intelektualitas. Gerakan pers mahasiswa harus kita munculkan kembali sebagai sebuah ruang untuk menyelematkan generasi mahasiswa dan melawan tindakan fasisme yang berkembang akhir-akhir ini.

Maka dari itu, pada momentum Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS) Perhimpunan Pers Mahasiswa Indoensia (PPMI) ini kita jadikan sebagai ruang untuk menyatukan pandangan dan memetakan basis perjuangan pers mahasiswa serta memperkuat barisan di tengah kemerosotan intelektualitas pejabat kampus di ranah perguruan tinggi serta fenomena penghancuran demokrasi di negeri ini. Satu orang tidak akan mampu melawan penguasa, namun seribu orang akan meruntuhkan tirani. Maka kita perlu semua elemen pers mahasiswa bersatu dan bergerak bersama-sama.

Seperti ungkapakan Pramoedya Ananta Toer pada roman Larasati  “Revolusi atau perjuangan apa saja bisa lahir dan mencapai keagungannya kalau setiap pribadi tampil berani”.

Kategori
Siaran Pers

Pernyataan Sikap Pers Mahasiswa Jember Atas Pemberedelan LPM Poros Universitas Ahmad Dahlan

Salam Persma!

Di era yang sudah demokrasi serta kebebasan setiap orang sudah dijamin oleh undang-undang, masih saja ada pihak-pihak yang memiliki pemikiran kaku, anti-kritik dan main hakim sendiri. Apalagi yang melakukan hal tersebut adalah orang-orang yang berintelektual tinggi, para birokrasi kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Birokrat UAD telah melakukan pembekuan dan pemberedelan terhadap salah satu organisasi pers mahasiswa yang dinaunginya.

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros dibekukan dan diberedel oleh Birokrat UAD secara sepihak tanpa ada pemberitahuan secara legal dari kampus UAD. Hal tersebut berkaitan dengan pemberitaan yang ditulis oleh awak redaksi LPM Poros. Pihak Kampus menilai LPM Poros sudah keterlaluan dalam memberitakan terkait pendirian Fakultas Kedokteran di UAD yang dimuat di buletin magang.

Abdul Fadlil selaku Wakil Rektor III menilai LPMPoros sudah keterlaluan dalam pemberitaannya. Dia menambahkan bahwa LPM Poros tidak ada manfaatnya bagi kampus. Seakan tak puas, Wakil Rektor menganggap bahwa LPM Poros sudah merugikan kampus yang mendanai kegiatannya selama ini. Bahkan Fadlil menganggap pola pikir awakPoros perlu diluruskan, yang kemudian menyarankan agar LPM Poros memberitakan hal-hal positif tentang kampus. Namun saat Fara sebagai Pemimpin Redaksi LPM Poros mempertanyakan bagian mana yang membuat Fadlil mempermasalahkan beritanya, Fadlil tidak memberikan alasan yang jelas.

Sikap yang ditunjukkan oleh Fadlil sangat bertolak belakang dengan sambutannya pada acara pelantikan pengurus baru Unit Kegiatan Mahasiswa Pers Mahasiswa Poros Periode 2015/2016. Dalam berita yang diunggah di halaman persmaporos.com Fadlil mengatakan di depan para undangan bahwa kampus tidak antikritik dari media maupun pihak lain. “Kita tidak anti kritik,” ujarnya. Dia menambahkan bahwasannya kritik itu perlu dan menganggap kritik menjadikan seseorang memiliki cara pandang lain dan akan menciptakan kemajuan.

Kami Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Jember menegaskan bahwa, tindakan pembekuan dan pemberedelan secara sepihak yang dilakukan UAD kepada LPM Poros merupakan tindakan yang semena-mena, main hakim sendiri, dan tidak mencerminkan kehidupan kampus yang demokratis. Maka dari itu kami PPMI Kota Jember

menilai bahwa tidakan yang dilakukan oleh Birokrat UAD sungguh mencoreng serta tidak mengindahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, bahwa pada dasarnya pendidikan tinggi diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menurut kami, apa yang dilakukan Birokrat UAD juga telah melanggar UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Pembekuan dan pembreidelan yang dilakukan Birokrat UAD telah mengekang kemerdekanaan pers, yang merupakan wujud dari kedaulatan rakyat berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Dari sisi lain Birokrat UAD seakan abai terhadap adanya UU No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Atas dasar tersebut maka, kami PPMI Kota Jember yang beranggotakan 17 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dari berbagai universitas di wilayah Jember menyatakan dan menuntut:

  1. Mengecam dengan keras tindakan pembekuan dan pemberedelan yang dilakukan Birokrat UAD terhadap LPM Poros. Bagi kami tindakan tersebut merupakan tindakan tidak dewasa yang dilakukan birokrat kampus yang notabene mereka adalah kumpulan-kumpulan orang yang berintelektual tinggi. Bagi kami pembekuan dan pemberedelan merupakan salah satu bentuk arogansi yang dilakukan kampus kepada organisasi yang dinaunginya
  2. Mengecam tindakan kampus yang melakukan penyelesaian sengketa pers dengan cara yang sepihak tanpa melibatkan pihak LPM Poros untuk melakukan proses dialektika yang lebih bijak dan berpendidikan
  3. Mengecam segala bentuk tekanan secara fisik dan mental yang bertujuan untuk membatasi kerja-kerja jurnalistik dalam hal mendapatkan, mengelola, dan menyebarkan informasi yang menimpa LPM Poros
  4. Meminta Birokrat UAD untuk segera mengaktifkan dan mengizinkan kembali proses penerbitan media LPM Poros. Pada dasarnya memang Surat Keputusan (SK) terkait pembekuan dan pemberedelan LPM Poros memang belum dikeluarkan
  5. Meminta Birokrat UAD untuk segera menetralkan penilaian-penilaian negatif yang sempat disematkan pihak kampus kepada LPM Poros. Sehingga nama baik LPM Poros dapat kembali lagi
  6. Meminta Birokrat UAD untuk segera memperlancar proses administrasi LPM Poros
  7. Meminta Birokrat UAD untuk tidak mengulangi lagi tindakan yang tidak dewasa tersebut (pembekuan) kepada organisasi-organisasi dinaunginya, khususnya LPM Poros.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat, semoga dapat diterima dan ditanggapi secara arif dan bijaksana. Atas kedewasaan menerima kritik dan saran kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Jember, 03 Mei 2016

Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Jember

Narahubung:

Joko Cahyono, Sekjend PPMI Kota Jember (+6285649442616)

Ahmad Junaidi Al Jawawi, BP Advokasi PPMI Kota Jember (+6285854571796)

Chairul Anwar, BP Media PPMI Kota Jember (+6289626359118)

Nova Dian Permata Sari, Jaringan Kerja PPMI Kota Jember (+6285258751724)

Fais Ridho Nur A., BP Litbang PPMI Kota Jember (+6281232728023)

LIHAT DAN UNDUH SIARAN PERS