Pers Mahasiswa Politeknik Perlu Mengawal Isu Revitalisasi Kampus

0
1727
Sumber: mediaexplant.com

Awal tahun 2017, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menyepakati adanya program Revitalisasi Politeknik (Revpol). Dalam Majalah Ristekdikti, Kokok Haksono Dyatmiko, pengajar di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung mengatakan jika lulusan Politeknik harus menghasilkan produk inovatif yang efisien, murah, kuat dan aman serta siap masuk ke pasar.

Ada 12 politeknik dan satu politeknik kesehatan yang menjadi pelaksana program revitalisasi (revpol) tahap 2017-2019 yaitu Politeknik negeri Lhoksumawe, Politeknik Negeri Batam, Politeknik Manufaktur Bandung, Politeknik Negeri Maritim Semarang, Politeknik Negeri Malang, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Politeknik Elektronika Surabaya, Politeknik Negeri Jember, Politeknik Negeri Samarinda, Politeknik Negeri Banjarmasin, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Politeknik Negeri Ambon dan satu Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta.

Program revpol ini beralasan jika pihak industri seringkali mengeluh. Lulusan dari pergutuan tinggi belum cukup relevan dengan kebutuhan industri dari segi kompetensi maupun jumlah. Merespon keluhan industri, ditjen kelembagaan iptek dan dikti dalam Rakernas di UGM mengusulkan mengubah kurikulum politeknik agar sesuai dengan keluh kesah si Industri. Ada lima poin yang menjadi implementasi perubahan kurikulum tersebut.

Pertama, jumlah dosen yang mengajar di Politeknik diatur menjadi 50% dari industri dan 50% dari perguruan tinggi. Kedua, penerapan dual system (sistem  3-2-1), usulan ini mencontoh kurikulum yang ada di Jerman. Jadi, implementasinya mahasiswa menerima kuliah selama 3 semester, 2 semester magang industri dan 1 semester untuk menggarap tugas akhir.

Ketiga, adalah pembangunan teaching factory. Membuat miniatur industri, workshop atau tempat praktek mahasiswa yang teknologinya sudah berstandar industri. Keempat, pelatihan untuk dosen Politeknik. Kelima, kampus politeknik menjadi Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Paling kentara dari program ini adalah sistem 3-2-1. Mata kuliah untuk D3 akan semakin dimampatkan (karena yang dicontohkan dalam kerangka revitalisasi politeknik adalah program D3). Sudah pasti terasa bagi mahasiswa  D3 yang aktif berorganisasi, apa yang akan terjadi saat program ini diterapkan.

Tidak luput pers mahasiswa politeknik. Mungkinkah selama 3 semester persma politeknik bisa memahami kerja redaksi dengan maksimal? Apakah persma politeknik bisa totalitas berkarya dan memahami dunia pers mahasiswa kalau cuma tiga semester berproses di Lembaga Pers Mahasiswa? Berapa lama calon anggota belajar disaat magang? Materi apa saja yang diberikan saat magang? Pertanyan-pertanyaan yang makin terbayang saat saya makin mendalami isu revitalisasi ini.

Tapi sangat disayangkan, saat saya mengetik “revitalisasi politeknik” atau “revpol” digoogle, minim sekali tulisan di media online persma politeknik yang membahas isu revitalisasi politeknik.  Bagaimana mungkin, program besar yang dapat mengganggu proses berorganisasi mahasiswa politeknik  tidak ada yang memperhatikan. Mungkin saja isu ini tidak termasuk dalam nilai-nilai berita sehingga tak layak untuk disorot.

Sebagai anggota pers mahasiswa dari kampus politeknik. saya jadi heran, sebenarnya persma politeknik ini lagi ngapain? Mikirin IPK, kerja, judul tugas akhir atau nikah? Tidak bermaksud merendahkan, hanya saya juga perhatian sebagai anggota persma dari politeknik. Semoga saja setelah tulisan ini diposting, ada persma politeknik yang membaca dan bergairah untuk mau membalas tulisan ini.

 

Revpol dan Dunia Kerja

Revitalisasi politeknik ini bertujuan untuk mengembangkan 14 kawasan ekonomi khusus (KEK). Lulusan politeknik  diharapkan setelah lulus dapat bekerja  sesuai dengan kompetensinya dan bersertifikat sesuai kebutuhan kerja. Ada dua macam KEK, yaitu KEK industri dan pariwisata.

Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, menjelaskan jika “Program pendidikan vokasi didorong untuk menghasilkan lulusan yang terampil. Oleh karena itu, pengembangan program pendidikan vokasi harus disesuaikan dengan potensi dimasing-masing koridor ekonomi”. Nyatanya revpol sudah terencana dalam MP3EI untuk memenuhi sumber daya manusianya. Implementasinya, setelah wilayah indonesia dalam dokumen tersebut dibagi beberapa koridor, maka selanjutnya politeknik sebagai  lembaga pendidikan memasok tenaga terampil, murah, cepat, efisien dan siap masuk pasar kerja. Hal ini karena lulusan politeknik sudah dibanderol dengan label sertifikat kompetensi.

Dalam aspek pengetahuan dan teknologi, industri tidak susah payah untuk melakukan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman pada mahasiswa fresh graduate. Karena peralatan dan tempat praktik mereka sudah berstandar industri (pembangunan teaching factory), bahkan jika mau industri dapat bekerja sama dengan kampus untuk melakukan proyek kerja dari industri yang nantinya dikerjakan oleh mahasiswa. Sambil menghela nafas panjang, saya katakan mahasiswa politeknik sudah menjadi komoditas. Politeknik menjadi pemasok sumber daya manusia untuk kebutuhan industri yang berdiri di setiap koridor-koridor ekonomi. Semakin jelas lagi dengan adanya progam studi ikatan kerja, beasiswa dari perusahaan besar.

Yogyakarta adalah salah satu kota yang menjadi tempat pengembangan KEK Pariwisata, dengan objek wisatanya Borobudur dan termasuk dalam 10 kawasan wisata prioritas nasional yang menjadi fokus pembangunan pemerintah. Adanya program New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) adalah salah satu pembangunannya. Dengan mengembangkan sarana transportasi baru untuk menggantikan bandara Adi Sucipto.

Jika mahasiswa politeknik yang ikut program ikatan dinas, misal Garuda Maintenance Facilities (GMF), kemudian mereka akan ditempatkan di bandara yang pembangunan menimbulkan pro-kontra ini. Maka program revpol ini sudah tepat sasaran untuk memberikan jalan supaya lulusannya dapat bekerja dibidang yang sesuai dengan kompetensi. Di lain sisi, sama halnya dengan mengadu domba antara mahasiswa kontra pembangunan bandara yang menjadi aktor gerakan solidaritas dengan mahasiswa dari ikatan dinas tersebut.

Jadi dalam jangka panjang, revpol dan MP3EI masih ada keterkaitan. MP3EI hanya program megah, namun keropos akan esensi pembangunan. Dalam kasus pembangunan NYIA, sudah jelas jika MP3EI hanya melihat aspek pariwisata saja, namun tak diimbangi dalam pembahasan aspek-aspek lainnya. Dalih pembangunan ekonomi yang berefek pada perusakan tatanan sosial dan ekosistem.

Saya sedikit pesimis, bagaimana mau mengawal? Lha wong mau berorganisasi di kampus aja alasannya banyak tugas dan laporan. Kurikulum hasil bentukan Revitalisasi politeknik menggiring mahasiswanya supaya lebih fokus ke akademik, dengan cara memadatkan kuliah dan praktikum. Ada beberapa mata kuliah dihapus dan digantikan oleh materi kuliah industri. Ditambah sistem akademik yang menggunakan sistem paket, berpengaruh pada waktu mahasiswa berorganisasi, belum lagi adanya kuliah malam maupun aturan jam malam.

Didukung lingkungan yang membuat mahasiswa politeknik memiliki sedikit ruang untuk berorganisasi. Pantas jika kegiatan yang dibuat dalam lingkup seminar, lomba, karya tulis ilmiah sampai ada image jika mahasiswa politeknik sebagai agent of event organizer. Namun tetap saya akui, banyak juga inovasi teknologi dan kreatifitas yang dihasilkan.

Isu revpol ini bisa jadi tema besar dikalangan pers mahasiswa  politeknik untuk dikawal. Mungkin saja ini momen untuk merapatkan gerakan mahasiswa, para mahasiswa sarjana dan vokasi untuk memiliki isu bersama. Dari pada malas kuliah atau praktik, bangun kesiangan mending ikut aksi tolak program revpol, iya kan?

Salam pers mahasiswa!!!