Sidang kasus gugatan SK Rektor No 92 tentang pembekuan LPM Lintas kembali digelar pada Senin, 24 Oktober 2022 di Pengadian Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon. Agenda sidang adalah mendengar keterangan saksi fakta dan ahli dari pihak tergugat. Pihak tergugat mendatangkan 3 saksi fakta dan satu ahli Hukum Administrasi Negara (HAN) Universitas Muslim Indonesia yaitu Fahri Bachmid.
Tiga saksi fakta yang dihadirkan tergugat merupakan wakil rektor III, M Faqih Seknun, Mochtar Touwe dan Ilham Ohoirenan.
Dua nama tersebut masing-masing tercatat sebagai pembina dan anggota LPM baru yang dibentuk Rektor IAIN Ambon paska LPM Lintas dibekukan.
Para saksi tersebut mengaku dalam fakta persidangan tidak pernah membaca malajah lintas edisi II. Padahal terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor No 92 tentang pembekuan LPM Lintas disebabkan oleh Majalah edisi II.
“Hal ini menjadi tanda tanya apa urgensi diterbitkan SK Rektor No 92 tentang pembekuan LPM Lintas tersebut,” kata Kuasa Hukum LPM Lintas, Ahmad Fathanah.
Wakil rektor III, M Faqih Seknun mengaku ada dosen yang dirugikan karena terbitnya majalah lintas, ketika hal tersebut di konfirmasi siapa dosen tersebut, saksi tidak mau menjawab. Dalam kesaksiannya, M Fqkih Seknun mengaku telah menjadi dosen hampir 25 tahun di IAIN Ambon hingga kini belum memiliki dewan penyantun sebagaimana telah diatur dalam Statuta IAIN Ambon. Dia juga tidak bisa menjelaskan dalam SK tersebut dapat menjadi acuan berakhirnya masa kepengurusan.
Hal itu bertentangan dengan pendapat ahli Hukum Administrasi Negara bahwa dalam suatu Surat Keputusan mesti memenuhi unsur Final, Kongkrit dan Individual, dimana Ahli menjelaskan dalam suatu SK mesti jelas dan tegas kapan berakhir masa kepengurusan, misalnya ada tanggal, bulan dan tahun yang ditentukan. Jika tidak ada, maka itu tidak bersifat final, kongkrit dan individual.
“Ketika Kuasa Hukum Penggugat mengkonfirmasi ke saksi pertama dia tidak bisa menjelaskan ada tanggal atau bulan masa kepengurusan berakhir di bagian konsideran SK yang dianggap telah berkahir. Hal itu pun ditegaskan oleh ahli yang dihadirkan oeh tergugat bahwa dalam suatu SK itu harus jelas tanggal waktu untuk masa kepengurusan,” ujar Ahmad Fathanah.
Sedangkan saksi ke dua, Mochtar Touwe, Dosen Jurnalistik IAIN Ambon, sekaligus merupakan Ketua Komisi Imformasi Publik (KIP) dalam keterangannya tidak spesifik mengetahui persitiwa pembekuan.
Sebelumnya, setelah menerbitkan majalah dengan judul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” LPM Lintas dibekukan oleh pihak kampus karena dianggap telah melanggar visi misi IAIN Ambon. Selain itu kampus juga beralasan kepengurusan yang dipimpin oleh Sofyan Hatapayo telah berakhir dan harus digantikan dengan anggota baru.
Dalam sidang yang dipimpin I Gede Eka Putra Suartana ini, pihak tergugat mengaku telah mengaktifkan kembali LPM melalui SK 108 Tentang Penetapan Pengurus Lembaga Pers Mahasiswa Lintas Institut Agama Islam Negeri Ambon Periode Tahun 2022/2023.
“Saya tidak tahu karena pada saat itu nama saya telah ada dalam Sk,” kata Ilham Ohoirenan saat ditanya kuasa hukum penggugat di persidangan.
Ketika kuasa hukum penggugat mengkonfirmasi terkait apakah itu karya jurnalistik?, saksi mengaku tidak tahu apa itu karya jurnalistik. Bahkan, dirinya telah melakukan kerja-kerja jurnalistik namun tidak pernah membaca berita yang dia tulis sendiri.
Dia menambahkan, namanya masuk menjadi anggota LPM tidak melalui musyawarah besar. Hal ini bertentangan dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD ART) Lintas yang mana setiap pergantian kepengurusan harus melalui musyawarah besar.
“Dari rentan waktu April hingga saat ini belum ada berita yang bisa dijadikan bukti di persidangan bahwa LPM baru itu telah melakukan kerja-kerja jurnalistik,” kata Pemimpin Redaksi LPM Lintas, Yolanda Agne.
Narahubung
Ahmad fathanah haris 085341168026