Kategori
PPMI di Media

Lentera Dibredel, PPMI: Pengekangan Kebebasan Pers

TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Jendral Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), Abdul Somad menyayangkan tindakan penarikan dan pembakaran majalah pers mahasiswa Lentera. Menurutnya kejadian tersebut merupakan pengekangan terhadap kebebasan pers. “Ini jelas menunjukan bahwa demokrasi di Indonesia belum berjalan sehat,” katanya saat dihubungi Tempo, Minggu, 18 Oktober 2015.

Majalah Lentera dibuat oleh redaksi pers mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Menurut Somad, penarikan majalah Lentera yang dilakukan oleh  kepolisian Salatiga, Jawa Tengah.  Ia mengaku kalau Informasi tersebut didapat dari anggota redaksi Lentera yang mengatakan bahwa majalah yang didistribusikan di agen-agen tertentu ditarik peredarannya oleh kepolisian. “Saya sudah mendapat informasinya kemarin,” ujar dia.

Mengenai kronologi dan proses penarikan majalah tersebut, Somad mengaku belum bisa memberikan keterangan rinci. Sebab pihak Lentera juga belum membuat keterangan kronologi secara resmi. “Yang jelas indikatornya bisa jadi karena mereka mewawancara korban 1965 di Salatiga,” kata Somad.

Menindak lanjuti hal tersebut, Somad rencananya akan datang ke kantor redaksi majalah Lentera besok. “Kami akan ke sana untuk membantu kawan-kawan Lentera, soalnya tadi saya komunikasi dengan anak Lentera katanya mereka mendapatkan intimidasi dari tentara, intel, dan walikota,” kata Somad.

Sementara itu Pemimpin Redaksi Majalah Lentera Bima Satria Putra mengatakan Edisi majalah Lentera yang mengangkat tema tentang tragedi 1965 itu terbit pada 10 Oktober 2015. Saat itu Lentera langsung mendapat respon keras dari kepolisian, tentara, hingga Wali Kota Salatiga. Polisi lantas meminta supaya majalah itu ditarik kembali dari peredaran. “Mereka memprotes konten dari majalah tersebut,” kata dia.

Protes dari banyak pihak tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa diinterogasi pada Minggu, 18 Oktober 2015, oleh polisi. Mereka kemudian diminta menghentikan distribusi majalah itu untuk dikumpulkan lalu dibakar. “Mereka minta agar semua majalah dihanguskan,” kata Bima.

Tidak hanya itu, Bima menuturkan, imbas dari peredaran majalah tersebut kepolisian memberikan peringatan dan teguran keras terhadap kampus. Pihak kepolisian menyatakan penerbitan majalah ini tidak disertai izin-izin serta tidak sesuai perundang-undangan dan tidak layak untuk disebarluaskan secara umum. “Yang kami tau mereka memang mempermasalahkan izin, tapi konten PKI juga menjadi senjata mereka untuk menarik kembali majalah dari peredaran,” ucap Bima.

Sebelumnya, Bima menjelaskan bahwa Lembaga Bantuan Hukum Pers di Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) juga sudah menawarkan bantuan tapi karena beberapa hal redaksi memutuskan agar majalah tersebut diserahkan kepada polisi. (ABDUL AZIS/Tempo.co)

Kategori
Diskusi

Arah Gerak PPMI Sebagai Ruang Wiyata, Gerakan, dan Keluarga

Pers mahasiswa dalam melihat zamanya tidak bisa terlepas dari sejarah. Dalam perjalananya, pers mahasiswa merupakan organisasi yang tidak hanya sebatas menulis, ia bahkan memposisikan dirinya sebagai gerakan mahasiswa. Pada masa orde baru, pers mahasiswa mengambil alih pemberitaan yang tak mampu dimuat oleh pers umum, alhasil banyak pers mahasiswa yang mengalami pembredelan. Keberanian tersebut bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan karena melihat realitas sosial yang tidak dikehendaki; kemiskinan merajalela, korupsi, penindasan, bahkan sampai pada pembunuhan terjadi di penjuru kota.
Keberanian dalam menyuarakan aspirasi rakyat juga tidak terlepas dari idealisme, ideologi dan orientasi pers mahasiswa. Idelogi persma tentu tidak terlepas dari pembelaan terhadap kemanusiaan, dan keadilan. Bukan tanpa alasan, dari segi nama (baca:persma), sudah sangat jelas, pers dan mahasiswa memiliki difinisi yang berat dan mulia. Pers yang yang berarti menginformasikan dan mahasiswa yang berarti sekelompok manusia yang mempunyai
spiriti intelektualitas (kritis), kemanusian (berpihak pada moral dan etika) kerakyatan (berpihak pada kaum yang tertindas). Gerakan- gerakan yang dibangun pun murni bersadarkan kesadaran pers mahasiswa, menulis tak cukup untuk menyuarakan, namun dibutuhkan pula aksi massa yang lebih besar untuk menekan sikap politik pemerintah.
Mengutip salah satu paragraph pada buku Menapak jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia bahwa pers mahasiswa tidak pernah absen dalam memberikan sesuatu kepada khalayak (Gerakan -Rakyat- Pemerintah). Perhatian pers mahasiswa akan isu- isu kerakyatan dan paradigm kritis yang di kontruksi terus menerus menjadikan pers mahasiswa sebagai salah satu lumbung wacana dan data bagi setiap gerakan mahasiswa. Bahkan kantong- kantong pers mahasiswa menjadi semacam markas bersama bagi beragam gerakan yang tegah bergeliat
merespon arus besar perubahan sosial- politik. Namun apa yang terjadi saat ini? Kita perlu bercermin pada diri kita masing- masing, dan kemudian bertanya, apa yang bisa persma lakukan ditengan gempuran media mainstream dan ketidakmampuan kita dalam memposiskan diri? Pertanyaan tersebut mungkin dapat menjadi bahan refleksi kita sebagai insan pers mahasiswa. Jika sejarah telah mencatat bagaimana militansi serta progresifitas persma, tentu hal tersebut bisa kita lakukan kembali, dengan melakukan penyesuaian terhadap masa kita saat kini.

Dulu harapan angota lebih berorientasi pada adanya kebersamaan gerak melawan tirani kekuasaan Orde Baru, kini harapan itu lebih pada bagaimana meningkatkan kemampuan jurnalistik, manajemen redaksi, dan sejenisnya, lebih pada upaya mengaktualisasikan sikap, kini lebih pada upaya mendapatkan skill dan pengengembangan Wacana. (sumber :LPJ Sekjen 2010)

Dari latar belakang diatas, saya ingin akan membawa Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia kedepannya dalam tiga pusat atau yang disebut dengan Tri Sentris, dalam konsep ini kekuatan pers mahasiswa akan mendasar pada tiga ranah, yang diantaranya : menjadikan PPMI sebagai sebuah keluarga, menjadikan PPMI sebagai sebuah ruang Wiyata ( pengetahuan) dan terkahir menjadikan PPMI sebagai sebuah organisasi gerakan.

Ditulis oleh Abdus Somad, Sekjen Nasional periode 2015-2016 dalam Draft Program Kerja Pengurus Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Periode 2015-2016.