Periode 2020-2021 ada 21 pers mahasiswa yang dipaksa untuk menurunkan berita alias take down oleh kampus/mereka yang tidak suka dengan pemberitaan. Beberapa kasus yang didampingi PPMI, pers mahasiswa tidak mengetahui bagaimana memitigasi, pedoman media siber, dan merespons kejadian semacam ini.
Kondisi ini jelas harus segera disikapi. Beberapa pers mahasiswa yang sudah mulai beralih dari media cetak ke media daring harus mengetahui bagaimana pedoman media siber di Indonesia. Selain itu, mengetahui mitigasi risiko dalam melakukan langkah ini juga penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, klinik redaksi bertajuk Media Siber: Bagaimana Pers Mahasiswa Harus Beradaptasi? ini dilaksanakan.
Pers mahasiswa dinilai ‘masih cukup’ untuk menjadi media alternatif mahasiswa. Hal ini dapat ditunjukan dari penilaian terhadap beberapa aspek, seperti eksistensi, kepercayaan, transparansi, kualitas produk, dll.
Sebelumnya, Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Suara Mahasiswa Universitas Indonesia, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros Universitas Ahmad Dahlan, Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung Universitas Gadjah Mada, dan LPM Progress Universitas Indraprasta (Unindra) telah melakukan survei bertajuk Tingkat Kepercayaan terhadap Pers Mahasiswa. Survei ini dilakukan pada 4 sampai 11 Februari 2022 dengan 165 responden yang berpartisipasi. Adapun, responden ini tidak hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi sebagain kecil reponden berasal dari kalangan non-mahasiswa. Hasil survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error sebesar 7.60 persen.
Dalam penelitian ini, Tim Kolaborasi merumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
Sejauh mana tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap pers mahasiswa?
Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap relevansi pers mahasiswa sebagai media alternatif?
Dalam hal apa dan sejauh mana pers mahasiswa memberikan pengaruh bagi wawasan mahasiswa?
UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) Pasal 14
Ayat (1), “Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai bagian dari proses Pendidikan.”
Akan tetapi, dalam implementasi aturan tersebut masih jauh dari realita yang ada. Berbagai serangan terhadap sivitas dan aktivitas akademik dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Sebagai pers mahasiswa, seringkali mengalami serangan dalam melakukan kerja jurnalistiknya.
Oleh karena itu, BP Litbang PPMI Nasional mengadakan Bincang Virtual: Urgensi Ruang Aman untuk Kebebasan Berekspresi di Lingkungan Akademik pada:
Liputan yang berkualitas sejatinya adalah liputan yang berdampak bagi publik. Tentu, liputan ini tidak bisa ditempuh dengan cara-cara biasa alias seperti liputan kilas atau berita straight news, tetapi harus dilakukan dengan jurnalisme investigasi.
Pers mahasiswa–begitu julukan bagi sekelompok jurnalis mahasiswa yang idealis–sudah semestinya menjadikan jurnalisme investigasi untuk menghasilkan berita yang berkualitas cum bermutu. Ada dugaan persekongkolan jahat di perguruan tinggi dan kaitannya dengan menguatnya oligarki yang harus dibongkar. Tidak mudah memang untuk memulai, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Kekuatan pers mahasiswa ada di tradisi membaca, berdiskusi, dan menulis.
Karena itulah, Klinik Redaksi PPMI: Jurnalisme Investigasi untuk Pers Mahasiswa bersama Jaring.id/GIJN ini diselenggarakan. Daftar dan ikuti kegiatan ini pada:
Meski ada banyak kasus represi yang dialami pers mahasiswa, mereka tidak boleh hanya sekadar menjadi humas kampus. Apalagi, sampai berhenti menjalakan fungsi pers di kampus atau di luar kampus. Oleh karena itu, sangat penting bagi pers mahasiswa untuk mahami hak dan kewajiban mereka sebagai pers, terlebih melakukan mitigasi risiko kerja-kerja mereka juga harus dilakukan. Baik mitigasi risiko/ancaman kekerasan fisik, psikososial, atau pun digital.
Daftar dan ikuti kegiatan Klinik Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia ini pada:
Konflik agraria yang mencuat akhir-akhir ini harus segera disikapi. Pers mahasiswa sudah semestinya melayani kepentingan publik dan kelompok tertindas. Selain menjalankan fungsi pers, pers mahasiswa sudah selayaknya menjalankan fungsi advokasi.
Daftar dan ikuti kegiatan Bincang Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) ini pada:
Meliput isu perempuan dan kelompok rentan tidak sekadar reportase, menulis, dan memberitakan. Jurnalis—dalam hal ini Pers Mahasiswa—harus memiliki perspektif dan keberpihakan, terutama terhadap kelompok rentan.
Dalam catatan PPMI, masih ada pers mahasiswa yang memberitakan kelompok rentan dengan judul dan yang memicu diskriminasi dan kekerasan. Fenomena ini jelas tidak boleh dibiarkan. Oleh karena itulah, acara ini dilaksanakan.
Daftar dan ikuti kegiatan Klinik Redaksi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) ini pada:
Konsolidasi elite sudah masuk ke ruang akademik alias kampus. Ancaman terhadap kebebasan akademik dan menguatnya oligarki kian nyata. Bagaimana pers mahasiswa–kerja pers dan aktivisme mahasiswa–mengambil peran?
Meski ada banyak kasus represi yang dialami pers mahasiswa, mereka tidak boleh hanya sekadar menjadi humas kampus. Sebab, masalah jurnalistik tidak sekadar mencari, menulis, dan mengedarkan berita, tetapi ada hak publik untuk mendapatkan informasi di sana. Ada dugaan persekongkolan atas hajat hidup orang banyak yang harus ditelusuri dan dibongkar.
Pers mahasiswa sudah semestinya menjalan fungsi jurnalisme yang ideal, yaitu melayani kepentingan publik. Menerapkan prinsip inklusif di runag redaksi dan ketika melakukan kerja-kerja jurnalistik harus selalu dijunjung dan diutamakan. Kendati demikian, represi karena melakukan peliputan isu sensitif juga menjadi tantangan bagi pers mahasiswa.
Kemudian, terlepas dari kasus represi yang menimpa pers mahasiswa, salah satu penyebab represi tersebut adalah kelalaian dapur redaksi dan minimnya upaya mitigasi yang dilakukan pers mahasiswa. Misalnya, LPM Institut UIN Jakarta yang direpresi lantaran kelalaian untuk tidak melakukan verifikasi dan melanggar prinsip-prinsip jurnalistik dalam melakukan peliputan kekerasan seksual.
Kemudian, baru-baru ini LPM FH Unisi juga menerbitkan artikel yang tidak ramah kelompok rentan. Judul artikel itu adalah LGBTQ: Kebebasan Berpendapat yang Kelewat Batas! Isi dari artikel itu adalah LGBTQ mulai berani tanpa malu memamerkan diri mereka yang kelainan seksual, sehingga sudah sewajibnya mereka dilarang berkembang di negara kebertuhanan ini. Fenomema serupa pernah dilakukan oleh LPM Mercusuar Unair yang melakukan penerbitan artikel yang memicu sekaligus memacu kekerasan terhadap kelompok rentan ini.
Oleh karena itu, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia mengajak Project Multatuli untuk berupaya memberikan pendampingan sekaligus pendidikan jurnalisme yang inklusif dan berpihak kepada kelompok minoritas sekaligus rentan agar kejadian semacam itu tidak terulang melalui program bernama klinik keredaksian ini. Sebab, bagimana pun, pers mahasiswa masih diharapkan publik atas kerja-kerja jurnalistik mereka yang berani bersikap dan membela kelompok tertindas.
Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional mengutuk sekaligus mengecam tindakan intimidasi yang dialami jurnalis Jubi, Victor Mambor, pada Senin (23/1/2023) dini hari. Aksi intimidasi tersebut berupa ledakan bom rakitan di sekitar kediamannya di Kelurahan Angkasa Pura, Kota Jayapura.
Sebelum terjadi ledakan, Victor Mambor mengatakan dirinya mendengar suara motor berhenti tepat di samping rumahnya sekitar pukul 04.00 WIT. Tak lama kemudian, motor tersebut beranjak meninggalkan kediamannya dan sekitar satu menit terdengarlah suara ledakan yang memicu kepanikan keluarga Victor Mambor dan sejumlah warga yang masih terjaga di waktu itu.
Semula Victor Mambor mengira suara ledakan itu berasal dari gardu listrik. Namun, dirinya memutuskan beranjak untuk memeriksa keadaan di luar dan menemukan bekas ledakan tidak jauh dari kediamannya.
“Saat terjadi ledakan, dinding rumah bergetar seperti terjadi gempa bumi. Saya pun memeriksa sumber ledakan dan tercium baru belerang yang berasal dari samping rumah. Ternyata terdapat bekas ledakan di jalan yang jaraknya hanya tiga meter dari rumah,” ungkap Victor Mambor.
Setelah dilakukan pemeriksaan melalui bukti kamera CCTV, terlihat sekilas sebuah motor Honda melintas di samping rumahnya beberapa saat sebelum ledakan terdengar persis seperti pengakuannya. Kejadian ini merupakan kedua kalinya bagi Victor Mambor mengalami intimidasi selama menjadi jurnalis. Sebelumnya, Ia sempat mengalami intimidasi berupa pengrusakan Mobil Isuzu D-Max miliknya yang terparkir di samping rumahnya oleh Orang Tak Dikenal (OTK) pada 21 April 2021 lalu. Sayangnya, peristiwa pertama tersebut hingga saat ini belum menemukan kejelasan.
Aksi intimidasi yang dialami Victor Mambor merupakan satu dari banyak kasus yang dialami jurnalis. Tidak hanya jurnalis media arus utama, jurnalis kampus alias pers mahasiswa pun juga dirundung berbagai represi. Catatan PPMI Nasional, pada tahun 2020- 2021 terjadi 185 kasus represi terhadap pers mahasiswa di Indonesia. Fenomena ini jelas menunjukan bahwa kebebasan pers dalam menyampaikan kebenaran bagi jurnalis hanya menjadi kaset rusak.
Dari peristiwa intimidasi Victor Mambor ini, harusnya menjadi peringatan bagi pers mahasiswa di Indonesia. Kalau jurnalis media arus utama saja rentan terhadap kekerasan dan intimidasi, apalagi pers mahasiswa. Sudah saatnya, isu kebebasan dan perlindungan atas kerja pers ini tidak sekadar menjadi isu jurnalis media arus utama, tetapi menjadi isu publik. Isu semua pegiat pers.
Atas fenomena yang dialami Victor Mambor, PPMI Nasional menyatakan sikap seperti berikut:
1. PPMI Nasional mengecam dan mengutuk segala bentuk tindakan yang menciderai nilai-nilai kebebasan pers.
2. PPMI Nasional mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas peristiwa yang dialami Victor Mambor secara transparan.
3. PPMI Nasional mengajak seluruh pers mahasiswa di Indonesia untuk bersolidaritas terhadap kasus yang dialami oleh Victor Mambor.
4. PPMI Nasional mengajak seluruh pers mahasiswa di Indonesia untuk selalu tanggap dengan ancaman sekaligus risiko atas kerja-kerja jurnalistik dan selalu meningkatkan kapasitas diri sebagai jurnalis yang independen. Terlebih, pers mahasiswa sekarang tidak memiliki jaminan perlindungan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
5. Mendesak Dewan Pers untuk segera mengeluarkan sikap dan regulasi terkait legal standing dan perlindungan terhadap pers mahasiswa.
Narahubung: Badan Pekerja Advokasi PPMI Nasional 085607829340 (ADIL Al Hasan) 085783069247 (Naufal F) Surabaya, 26 Januari 2023 Menyetujui, Sekretaris Jenderal Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia PRIMO RAJENDRA PRAYOGA