PPMI DK Surakarta: Lepaskan Teman Kami, Kinerja Polrestabes Medan Cacat Hukum

0
594
(doc: PPMI DK Surakarta)

Salam Persma! Panjang Umur Perlawanan!

Kami selaku mahasiswa yang memiliki fungsi sebagai kontrol sosial ingin mengingatkan bahwa, menurut UU No. 2 tahun 2002 pasal 13 menjelaskan bahwa polri memiliki tugas sebagai memelihara Kamtibmas, Penegakan hukum yang berlaku dan Memberikan pengayoman, perlindungan, serta pelayanan bagi masyarakat. Namun melihat atas apa yang dilakukan oleh Polrestabes Medan yang melakukan tindak kekerasan secara sepihak terhadap teman kami.

Mahasiswa yang tergabung sebagai pewarta Lembaga Pers Mahasiswa Bursa Obrolan Mahasiswa (LPM BOM) di kurung secara sepihak. Data yang disebarkan ke publik menjelaskan bahwa Fikri Arif dan Fadel Muhammad Harahap ditahan meski telah menjelaskan bahwa mereka membawa surat tugas peliputan.

Data yang kami himpun tidak menunjukkan kejelasan mengenai penegakan hukum oleh aparat. Penangkapan teman kami dinilai cacat hukum dan merugikan nama baik Fikri Arif dan Fadel Muhammad secara khusus dan LPM BOM secara umum. Kedua Pewarta LPM BOM masih ditahan di Polrestabes dengan kondisi babak belur tanpa ada penjelasan mengenai bukti-bukti yang memberatkan penahanan Mereka.

 

Maka Kami Lembaga Pers Mahasiswa yang tergabung sebagai PPMI ( Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) Dewan Kota Surakarta menyatakan sikap;

  1. Menuntut Polrestabes Medan untuk melepaskan Fikri Arif dan Fadel Muhammad hingga pengadilan membuktikan mereka bersalah.
  2. Menuntut Pihak Kepolisisan Polrestabes Medan untuk merilis laporan penangkapan dan alasan penahanan ketiga aktivis.
  3. Meminta maaf kepada ketiga aktivis dan memulihkan nama baik mereka
  4. Memberikan tindak tegas kepada oknum polrestabes yang melakukan tindak kekerasan kepada aktivis

 

Berikut Data yang kami himpun dari Teman-teman LPM BOM :

Pada aksi hari pertama tepatnya 1 mei, mahasiswa memboikot jalan simpang pos dibawah huru-hara) serta 1 unit water cannon, jumlah yang tidak sebanding dengan massa aksi. Namun potensi terjadinya kericuhan dapat diredam oleh massa aksi yang bergerak kesalah satu pinggir simpang pos dibawah fly over jamin ginting dengan tetap melanjutkan aksi orasi yang dikemas melalui panggung musikalisasi.

Aksi tetap berlanjut dengan kembali memboikot jalan disimpang pos, pihak kepolisian pun kembali mengawal aksi. Sempat terlihat disela-sela aksi beberapa polisi mendekatkan diri bukan kebarisan massa aksi melainkan menuju sekumpulan tukang becak yang berada disalah satu sisi simpang lainnya. Dari pengakuan kontra intelejen massa aksi, bahwa piha kepolisian telah berkomunikasi kepada para tukang becak untuk membubarkan aksi mahasiswa. Dengan dalih belum mendapatkan penumpang sejak pagi hari, beberapa becak motor pun menghampiri massa aksi dan membubarkan aksi tersebut. Sempat terjadi gesekan antara tukang becak motor dengan massa aksi, gesekan kembali dapat diredam oleh massa aksi dengan kembali menepi agar tetap dapat melakukan orasi melalui panggung musikalisasi hingga maghrib.Hari memasuki malam, sebagian massa tetap menginap dilokasi aksi setelah mendapatkan izin dari pihak kepolisisan (polsek deli tua).

Keesokan harinya ditanggal 2 mei aksi berlanjut kembali dengan tetap melakukan panggung aspirasi musikalisasi di tepi simpang pos. Sejak pagi sudah terlihat diseberang jalan massa aksi berdiri sekumpulan masyarakat yang menggunakan seragam PAM-SWAKARSA bewarna hitam. Setelah diselidiki oleh salah satu massa aksi ternyata mereka adalah tukang becak kemarin yang mencoba membubarkan aksi. Massa tidak terpengaruh dengan kehadiran mereka dan tetap melakukan aksi panggung hingga sore hari.

Pukul 15.00 wib massa aksi juga mengkemas aksi dengan melakukan body paint dengan tulisan “REVOLUSI PENDIDIKAN” dan berdiri sejajar dipinggir jalan sebagai protes terhadap kondisi pendidikan hari ini. Pukul 15.00 – 16.15 wib aksi yang berlangsung disimpang pos berjalan dengan damai. Namun, beberapa masyarakat mecoba kembali memprovokasi sehingga aparat kepolisian mulai berdatangan kembali ke lokasi aksi. Sekitar pukul 16.20 wib massa aksi bergerak dengan melakukan long march menuju simpang kampus USU, sesuai rencana aksi bahwa aksi akan dibubarkan di simpang kampus USU. Pukul 17.20 wib pihak kepolisian datang membawa 1 unit mobil water cannon dan 3 truck pasukan sabhara bersama pasukan yang mengendarai trail setelah melihat massa aksi membakar beberapa ban bekas di simpang kampus USU.

Aksi tetap berlangsung dengan damai meski beberapa orang yang mengaku masyarakat setempat mencoba memprovokasi massa aksi. Pukul 17.30 wib ada pemuda setempat masuk ke barisan massa dan kembali mencoba memprovokasi massa aksi. Namun, aksi tetap berlangsung secara damai. Pukul 18.00 wib beberapa intel pihak kepolisian sudah menyebar disimpang kampus USU dan mencoba memprovokasi masyarakat yang ada disimpang kampus USU agar membubarkan aksi, dengan issue aksi yang membuat kemacetan, dll.

Massa aksi pun bergeser bergerak menuju depan pintu I USU dengan memblokir satu arah jalan Dr. Mansyur. Pukul 18.20 wib melihat kondisi yang telah tidak kondusif, maka massa aksi memilih untuk menutup aksi dengan membacakan statement tepat di pintu I USU. Pukul 18.30 wib massa aksi membubarkan diri dengan masuk kedalam kampus USU, rencananya akan melakukan evaluasi aksi di dalam kampus. Pukul 18.35 wib massa  yang masih berjalan menuju kampus terpancing dengan adanya tindakan provokatif dari orang yang mengaku masyarakat setempat. Sehingga terjadi keributan adu mulut antara mahasiswa dan masayarakat setempat tersebut. Dengan adanya keributan, beberapa masyarakat lansung menyerang mahasiswa. Dan secara spontan untuk menyelamatkan diri dari serangan tersebut, mahasiswa menyerang orang yang mengaku masyarakat.

Sekitar pukul 18.40 wib pihak kepolisian yang sudah bersiaga, menyerang mahasiswa masuk kedalam kampus dengan menerobos pagar pintu I USU. Pihak kepolisian melakukan pemukulan terhadap beberapa mahasiswa yang berada dilapangan saat ditangkap, namun mahasiswa yang dipukul berhasil melarikan diri dari serangan tersebut. Sekitar pukul 18.45 wib mahasiswa membuat perlawanan terhadap serangan tersebut, hinnga akhirnya seorang lelaki yang mengaku intel kepolisian diserang oleh mahasiswa. Sekita pukul 19.00 – 19.30 wib pihak kepolisian berhasil mengamankan 6 orang mahasiswa. 3 mahasiswa berasal dari USU, 2 mahasiswa berasal dari ITM, 1 mahasiswa berasal dari universitas dharma agung. 2 mahasiswa (rizky & aziz) USU diamankan saat merekahendak mengambil sepeda motor yang diparkir di pintu I USU. 1 mahasiswa (mensen) diamankan didepan fakultas ilmu budaya USU. 1 mahasiswa dharma agung diamnakan di pintu I USU saat mahasiswa tersebut sedang melakukan peliputan berita aksi tersebut. 2 orang mahasiswa ITM ditangkap didepan pintu I USU  saat melakukan tugas meliput aksi demonstrasi tersebut. Mensen yang diamankan dari dalam kampus mendapatkan pemukulan dari pihak kepolisian.

Pada tanggal 3 mei 2017, sejak pukul 11.00 – 15.00 wib, tim pengacara yang mengatas namakan Tim KORAK (Koalisi Rakyat Anti Kriminalisasi) terdiri dari BAKUMSU, KONTRAS, & LBH MEDAN mencoba melakukan audiensi dengan kasat intel polresta dalam rangka mempertanyakan mahasiswa yang sedang ditahan oleh polresta Medan, namun tidak terlaksana karena pihak polisi mengatakan kasat intel tidak ada dikantor.

Pihak polresta tidak mengijinkan Tim KORAK untuk berjumpa dengan mahasiswa yang ditahan, dengan alasan belum 1 x 24 jam. Pukul 13.40 mahasiswa atas nama solidaritas mahasiswa medan (SOLMED) melakukan aksi demonstrasi didepan kantor polrestabes medan dengan tuntutan meminta agar mahasiswa yang ditangkap segera dibebaskan. Aksi berlangsung dengan tertib walau pihak kepolisian mencoba memprovokasi massa dengan melakukan pengamanan berlebihan yang mendatangkan pasukan sabhara kembali. Pukul 15.00 wib aksi SOLMED bubar di taman budaya sumatra utara. Malam harinya, 3 mahasiswa yang ditangkapoleh polrestabes medan dikeluarkan karena tidak terbukti terlibat aksi tersebut. Mereka adalah abdul aziz panjaitan, rizki halim, & juprianto.

Tanggal 4 mei 2017, 3 orang mahasiswa yang masih ditahan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polrestabes medan, mereka adalah fikri arif, fadel m.harahap, & sier mensen. 1 orang warga sipil bernama erlangga kurniawan. Sekitar pukul 18.30 wib seorang mahasiswa bernama Syahyan P.Damanik dari Lembaga Pers Mahasiswa ITM ditangkap oleh aparat keamanan disekitar kampus ITM. Pukul 20.00 WIB syahyan dibawa kesebuah warung yang tidak diketahuinya. Saat itu, syahyan di introgasi dan dianiaya oleh polisi. Pukul 23.00 syahyan dibawa ke sekretariat Forum Mahasiswa Anti penindasan (FORMADAS). Pukul 23.30 syahyan dibawa ke polreta medan.

Pasca penangkapan syahyan, tidak berapa lama sekretariat Formadas pun digrebek oleh beberapa oknum yang tidak memakai seragam dan menangkap 1 orang mahasiswa yang berada disekret yang bernama Cici Arya.

Kronologis penggerebekan sekretariat Formadas 04 mei 2017, sekitar pukul 23.00 wib lewat kurang lebih 8 orang memakai baju preman mendatangi sekretariat Formadas dengan menggunakan mobil & sepeda motor. Mereka memasuki sekretariat dan berkomunikasi dengan salah satu penghuni sekret (Cici) sambil menunjukkan surat penagkapan untuk saudara Juned.
Karena Juned tidak berada disekretariat, mereka menyuruh Pak Ronal (Opa) yang berada disekretariat untuk masuk kekamar untuk membuka tas yang dicurigai milik juned. Namun, karena tas itu bukan milik juned maka mereka kembali melihat kamar lain dan tidak menemukan apa-apa. Saat itu mereka ingin membawa sepeda motor yang diduga milik juned, tetapi akhirnya mereka tidak jadi membawanya. Setelah memeriksa kamar yang ada disekretariat, salah seorang dari aparat memerintahkan agar membawa cici arya untuk dijadikan saksi. Opa juga ditanya dari lembaga mana, dan dia menjawab kalau dia hanya menginap disekretariat. Sebelum aparat meninggalkan sekretariat, mereka berpesan agar si juned menyerahkan diri. Alasan pihak kepolisian terhadap penangkapan juned dikarenakan juned memimpin massa aksi pada waktu itu untuk menyanyikan lagu “Aparat Keparat”.

Tanggal 05 mei 2017, sekitar pukul 02.00 wib syahyan diperiksa dan diminta keterangan (Berita Acara Penangkapan) oleh unit ranmor polrestabes medan. Sekitar pukul 10.00 wib cici arya (mahasiswa ITM) diperiksa BAP. Pukul 20.00 syahyan dan cici keluar dari polresta medan. Setelah terbukti tidak bersalah Pimpinan lembaga pers mahasiswa ITM (syahyan) kembali menemui pihak WR III untuk kedua kalinya sejak tanggal 03 Mei 17 untuk kembali mempertanyakan kejelasan dari pada tanggung jawab kampus terhadap 2 orang mahasiswa yang ditangkap. Lalu Mahyuzar Masri (WR III) mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat bertemu dengan pihak polrestabes medan, disebabkan pihak polrestabes medan meminta rektor yang harus datang langsung ke mapolresta medan. Sehingga WR III menyarankan untuk menunggu pihak rektor pulang dari luar dan kembali kekampus.
Tidak cukup sekali, pihak kepolisian kembali menggrebek sekretariat Formadas.

Kronologis penggrebekan sekretariat Formadas 05 mei 2017, sekitar pukul 16.00 wib personil kepolisian datang dengan menggunakan 2 unit mobil dan beberapa unit sepeda motor tanpa menggunakan seragam. Kepolisian langsung masuk kedalam seretariat dan menyuruh opa yang berada disekretariat untuk membuka beberapa lemari yang ada dikamar. Menurut opa, pihak kepolisian sempat mengambil gambar terhadap beberapa kertas yang ada dimeja sekretariat. Kepolisian membawa sebuah poster dari sekretariat formadas. Dalam penggerebekan tersebut, dilakukan penggledahan terhadap beberapa berkas yang ada didalam sebuah tas.

Senin tanggal 08 mei 2017, pimpinan umum LPM BOM ITM beserta pimpinan redaksi masuk kedalam ruang rektor pada pukul 13.30 wib dan melihat BADMA (Safrawali) sedang berbincang dengan rektor di ruangannya sehingga harus menunggu rektor selesai berbincang. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Safrawali keluar dari ruang rektor dan menyampaikan bahwa Safrawali harus berkomunikasi dengan pihak polrestabes untuk dapat diterima ketika mendatangi mapolrestabes medan. Pada sore harinya, mahasiswa ITM yang tergabung dalam aliansi SOLIDARITAS MAHASISWA ITM melakukan aksi didepan didepan biro umum untuk mendesak rektor segera membebaskan kedua mahasiswa ITM yang ditangkap pihak kepolisian. Namun rektor sudah pergi, dan massa aksi disambut oleh WR I (Hermansyah Alam) dan mengatakan bahwa besok pada tanggal 09 mei 2017 rektor berjanji pergi ke mapolrestabes medan untuk membebaskan kedua mahasiswa ITM yang ditahan.

Selasa tanggal 09 Mei 2017 dini hari, penggrebekan beralih ke sekretariat Gema Prodem. Berdasarkan keterangan dari salah satu kader Gema Prodem (Dedy Christian Sinurat) menceritakan Kronologis penggrebekan sekretariat Gema Prodem. Pukul 03.15 wib, “aku dan kawan jhosua tiba disekretariat. Lalu, 3 sepeda motor dengan jumlah 6 orang berpakaian biasa menyuruh kami masuk kesekretariat dan membangunkan 6 orang kawan kami. Kami bertanya, ini ada apa ? mereka tidak menjawab, kemudian aku digeledah dan semua yang ada dikantong celanaku dan seisi tas ku disuruh dikeluarkan, kami disuruh jangan ribut nanti warga terganggu, kemudian datang kepala lingkungan (Kepling) dan pemuda setempat ke sekretariat. Mereka mencari yang namanya Fajar, dengan alasan yang tidak mau dijawab. Mereka mengaku dari polsek medan baru, kemudian salah satu mahasiswa (Ganda) yang tadinya dibangunkan dari dalam sekretariat menanyakan soal surat penangkapan, lalu mereka menjawab “nanti kami tunjukkan”. Lalu Ganda mengatakan “gak bisa gitulah bang”, dan ganda pun ditampar oleh salah satu dari mereka. Selanjutnya mereka, membuka handphone dan foto yang sudah ada untuk dicocokkan kepada kami. Kami tidak tahu maksud mereka itu untuk apa.

Lalu salah seorang dari mereka mengatakan “pura-pura gak taunya kalian, selama ini kalian dibiarkan makin meraja lela”. 6 orang kawan kami diinterogasi, sedangkan aku dan daud disuruh mendampingi mereka untuk menggeldah seisi sekretariat kami. 1 buku, beberapa lembar materi diskusi, jadwal diskusi beserta nama-nama kami, 1 kaos sablon untuk ketahanan ekonomi kelompok, dan juga pakaian yang dikenakan saat aksi hardiknas 02 Mei 17 di USU, semua dibawa mereka. Seisi sekretariat kami divideo setiap sudutnya, lemari baju juga diacak acak, vespa yang ada didepan sekretariat dijatuhkan mereka. Akhirnya, 6 orang kawan kami diborgol dan dibawa ke polrestabes medan. Sebelum dibawa ke mobil, mereka melihat situasi agar tidak dilihat warga. Terakhir aku melihat intel itu menyalamkan sesuatu kepada kepling dan mengucapkan terima kasih atas kerja samanya. Kawan-kawan kami pun dibawa, lalu pemuda setempat dan kepling mengatakan bahwa selama sekretariat kosong, pihak intel kepolisian bersembunyi dibelakang sekretariat kami. Lalu ada 1 intel ketinggalan helmnya, dan terakhir mengatakan kepada kepling dan pemuda setempat, “jalankan sesuai rencana”. Apa maksud dari semua ini ? pihak kepolisian harus bertanggung jawab akan hal ini”.

Pada pukul 13.30 wib Rektor ITM beserta beberapa jajarannya pergi ke mapolresta medan. Namun, setelah rektor kembali pada sore hari menuju kekampus pada pukul 15.30 wib tanpa membawa kedua mahasiswa ITM yang bernama Fikri Arief & Fadel M.Harahap. rektor mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat bertemu dengan Kanit Intel sehingga tidak bisa bertemu dengan mahasiswanya yang ditangkap, apalagi untuk membebaskan.  Sore harinya mahasiswa ITM yang tergabung dalam aliansi masih tetap melakukan aksi dengan menyandera mobil berplat merah (kendaraan pemerintah).

Aksi mahasiswa di Hardiknas meninggalkan teror kepada para mahasiswa melalui penangkapan maupun penggrebekan sekretariat organisasi yang dilakukan satuan kepolisian. Hingga saat ini intel pihak kepolisian masih tetap berada diareal sekretariat dari organisasi yang menjadi korban penggerebekan maupun areal kampus seperti di ITM & USU. Ini jelas tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28 yang berbunyi, “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dan setelah reformasi, melalui perubahan kedua UUD 1945 pada tahun 2000, dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan mengatakan pendapat (freedom of expression). Undang-undang ini diperuntukkan bukan hanya bagi warga Indonesia saja, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang berada di Indonesia.

Polrestabes medan juga sudah mengabaikan hak para tahanan dengan tidak mengizinkan keluarga dan advokat untuk bertemu dengan para tahanan sejak penangkapan (Selasa, sekitar pukul 19.00 wib). Oleh karena itu, tindakan aparat kepolisian yang merepresif, menyerang masuk kedalam kampus, lengkap dengan kekuatan bersenjatanya bukan hanya mencerminkan tindakan yang sewenang-wenang & berlebihan, melainkan juga bentuk pengekangan dan pelanggran keras terhadap kebebasan berkumpul dan bersuara serta intimidasi terhadap kehidupan kampus sangat jelas sudah bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi. Penggrebekan sekretariat organisasi serta penangkapan para aktivis mahasiswa yang tidak berlandaskan dengan pasal apapun, ditambah lagi dengan tidak adanya surat penangkapan resmi yang sangat cacat adsminitrasi merupakan suatu bentuk kebobrokan instansi kepolisian dalam menjalankan amanat UUD 1945 sebagai pemegang otoritas hukum tertinggi. Selain itu, tindakan kepolisian yang tidak mengizinkan pihak keluarga dan advokat untuk menemui tahanan patut ditinjau kembali. Akibat sikap arogansi ini hak-hak mahasiswa yang sedang ditahan, terutama hak untuk didampingi penasehat hukum telah diabaikan oleh pihak kepolisian. Dan kepolisian sudah tidak koorperatif lagi dalam menjalankan tugasnya.

 

Narahubung:

Rizki Hidayat (Sekjend PPMI DK Surakarta: 085867489655)