Baru saja insan Pers seluruh dunia merayakan Hari Kebebasan Pers Dunia pada 3 Mei 2017 lalu. Namun, upaya pemberangusan terhadap nilai-nilai kebebasan pers masih terjadi di tanah Indonesia. Ironisnya, upaya pemberangusan nilai demokrasi ini dilakukan oleh oknum Polisi yang seharusnya memberi perlindungan terhadap warga negara. Kriminalisasi terhadap insan Pers Mahasiswa ketika sedang menjalankan tugas sebagai agen penyampai informasi terjadi lagi. Kali ini tindakan kesewenangan oknum aparat penegak hukum itu meninpa dua Pers Mahasisa LPM Bursa Obrolan Mahasiswa (BOM) Institut Teknologi Medan (ITM) dan satu aktivis Universitas Sumatera Utara (USU).
Hal ini bisa saja menjadi pertanda tak dipahaminya konteks kebebasan Pers oleh aparat penegak hukum secara penuh. Padahal, di era reformasi ini, kebebasan insan Pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya telah dijamin oleh UU no. 40 tahun 1999. Sementara kebebasan melakukan aksi dijamin dalam UU no 9 tahun 1998 pasal 2 yang berbunyi: “Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
Dengan begitu, sangat tidak patut jika aparatur negara justru mengebiri hak-hak dasar warga negara yang telah diatur dalam perundang-undangan itu. Apalagi, terdapat dugaan bahwa ada oknum yang melakukan penangkapan terhadap dua persma LPM BOM dan satu aktivis USU juga melakukan tindak kekerasan terhadap mereka. Tentu saja kejadian ini sudah sangat melenceng dari tugas aparatur saat terjadi aksi penyampaian pendapat di publik yang diatur dalam UU no 9 tahun 1998 pasal 7, yang berbunyi:
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara. Aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a) melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d) menyelenggarakan pengamanan.
Berikut kronologi ditangkapnya Persma LPM BOM ITM yang diunggah laman persmahasiswa.id :
Saat terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Sumatra Utara dalam menanggapi momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Simpang Pos Padang Bulan, Pimpinan Redaksi (Pimred) Lembaga Pers Mahasiswa – Institut Teknologi Medan (LPM – ITM) menugaskan 3 orang Badan Pengurus Harian (BPH) untuk meliput aksi tersebut. Tepat pukul 13.30 WIB, Jackson Ricky Sitepu sampai di lokasi dan segera melakukan peliputan sebagai mana mestinya dan disusul juga oleh Fikri Arif yang tiba di lokasi. Berbeda dengan Fadel yang memang telah hadir di lokasi sejak pagi hari namun baru mendapatkan surat tugas pada siang hari.
Saat melakukan peliputan di Simpang Pos, keadaan baik-baik saja tanpa terjadi sebuah pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Bahkan saat masa aksi melakukan perjalanan dari Simpang Pos sampai ke lampu merah Simpang Kampus Universitas Sumatra Utara (USU) masih tetap melakukan tugas-tugas pers dengan profesional. Namun situasi massa memanas saat ban bekas mulai dibakar oleh massa dan pihak kepolisian berdatangan beserta kendaraan barakudanya, namun ketiga wartawan tersebut tetap berada dekat pada barisan kepolisian dan Brimob. Situasi semakin memanas saat massa aksi berpindah ke depan pintu gerbang taman kampus USU dan kembali membakar ban.
Provokasi-provokasi dari berbagai pihak baik masyarakat, pereman setempat dan Intel mulai mewarnai aksi mahasiswa tersebut sehingga terjadi bentrokan secara tiba-tiba antara massa aksi dengan masyarakat dan pihak aparatur negara. Ketiga wartawan kami masih berada dekat barisan aparatur negara yang semakin mendekat kegerbang kampus USU bahkan sampai masuk kedalam kampus.
Saat berada di dalam kampus, kira-kira 10 meter dari gerbang wartawan kami dengan nama Jackson Ricky Sitepu dihalangi oleh masyarakat yang kabarnya adalah Intel. Sebelum meninggalkan lokasi, Ricky Jakson Sitepu sempat melihat Fadel Muhammad Harahap ditarik masyarakat dan jatuh tersungkur ke aspal. Sementara itu Fikri Arif tidak dapat terlihat lagi dilapangan.
Saat dihubungi Pimpinan Umum, kedua wartawan LPM BOM ITM mengatakan bahwa mereka telah berada di kantor Polrestabes Medan. Mereka ditangkap oleh kepolisian saat melakukan tugas reportasenya, meskipun mereka sudah menunjukkan surat tugas kepada masyarakat dan kepolisian saat peliputan. Namun pihak kepolisian tidak menanggapi dengan baik dan tetap menahan mereka. “Kami ditangkap Wa, udah kami tunjukkan surat tugas tapi gak percaya orang itu, cepatlah kesini Wa, udah mau geger otak aku.” ucap Fadel Muhammad Harahap melalui telephon genggam sebelum akhirnya ketahuan oleh polisi dan putus komunikasi.
Maka berdasarkan hal itu, PPMI Kota Malang menuntut:
- Bebaskan Pers Mahasiswa LPM BOM Institut Teknologi Medan dan Aktivis Universitas Sumatera Utara.
- Menuntut pihak kepolisian Polrestabes Medan untuk meminta maaf terhadap LPM BOM dan Mahasiswa USU.
- Mengadili oknum yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Pers Mahasiswa dan Aktivis yang mengikuti aksi Hardiknas.
Narahubung:
Faizal Ad D., Sekjen PPMI Malang (085748181529)