Corona dan Hal-hal yang Bisa Kita Lakukan

1
480

Virus kelaparan tidak ramai diperbincangkan di televisi karena kelaparan tidak akan membunuh orang-orang kaya

Bagaimana dunia setelah wabah ini selesai? Pertanyaan ini muncul seolah saya dapat memprediksi bagaimana pemerintah mampu menanggulangi pandemi  Covid-19 ini. Kita dikejutkan pada virus yang datang secara spontan. Sama halnya seperti virus Flu Babi atau Flu Burung, Covid-19 dapat menyebar secara cepat dan memakan berbagai korban jiwa di dunia. Namun, sesungguhnya kita hanya punya tugas untuk melindungi diri sendiri dari krisis ini.

Belakangan ini, pemerintah Indonesia mengadopsi negara-negara yang berhasil menanggulangi wabah ini. Dari Singapura, Taiwan, Myanmar dll. Akhirnya, berbagai uji coba dari kampanye #dirumahaja hingga keamanan sipil yg diterima oleh masyarakat di setiap kota di Indonesia. Angka pasien positif corona semakin merangkak naik. Total 3.293 pasien positif virus corona di Indonesia masih menjalani perawatan dan telah memakan 280 korban nyawa (09/04). 10 April, pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 Permenkes no 9 tahun 2020. Diantaranya adalah [1] Pemberlakuan pelarangan kegiatan sosial dan budaya, [2] Pembatasan Kegiatan, [3] Pembatasan Transportasi.

Berkarantina dengan mengurangi aktivitas berkumpul bisa memberi tahu kita tentang banyak hal bagaimana kita menjalani hidup. Mereka yang tinggal bersama keluarga dekatnya atau berumah secara kolektif dengan kondisi bahagia akan berada dalam situasi yang jauh lebih baik, dari pada mereka yang hidup tak berpunya, dengan keadaan ekonomi yang tidak menentu, bahkan banyak yang tak memiliki rumah. Ini adalah pengingat yang baik tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup.

Orang-orang kaya telah bersiap menghadapi keadaan darurat dengan memproteksikan diri lewat berbagai jenis keamanan yang memagari diri dari dunia luar. Mereka mampu mempersiapkan persediaan makanan, peralatan, demi kepentingan pribadi sebenarnya tidak merubah apapun. Potongan-potongan kiamat ini akan tetap terjadi, ketimpangan sosial yang tak kenal waktu.

Hak Masyarakat Terkait Rumah Ketimpangan Sosial yang Terjadi di Tengah Wabah Corona

“Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”.

Tertuang dalam UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 5 ayat (1)

Saya ingat bagaimana penanggulangan pertama oleh pemerintah tidak menuai jalan keluar selain menambah berbagai catatan-catatan ketakutan kita. Pemerintah menggelontorkan dana yang tinggi untuk Influencer, untuk menenangkan tidur kita jika permasalahan ini akan berjalan baik. Kemudian akses liburan bagi pariwisata tidak di–lockdown. Dan gerbang investor tetap dibuka lebar.

Work from home atau kampanye #dirumahaja telah memenuhi linimasa
media sosial. Tapi, bagaimana untuk mereka yang tidak punya rumah? Orang-orang kaya mempunyai cukup cadangan makanan. Sedang rakyat miskin kota tidur di jalanan. Kaum tak ber–punya tak bisa mengharapkan siapapun selain dirinya sendiri, apa yang dia kerjakan, dan apa yang membuat mereka bisa meraih sesuap makan. Kita bisa saja tidur nyenyak di kamar, sembari mengerjakan tugas kampus secara online, dan pesan makanan lewat driver ojek online. Sementara konflik agraria, tentang orang-orang yang mempertahankan ruang hidup atas tempat tidurnya terpaksa harus tidur di Masjid. RW 11 Tamansari – Bandung memperlihatkan kita bagaimana rasa sakit karena kondisi hidup yang jauh dari kata layak, tetap tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah kota Bandung. Padahal, kabar BPN terbaru warga Tamansari sah dalam akses kepemilikan rumah.

(27/3) Saat penyuluhan virus Corona dan pembuatan disinfektan oleh solidaritas atau beberapa yang peduli dengan kondisi RW 11 Tamansari - Bandung yang hingga hari ini masih mengungsi di Masjid akibat rumahnya di gusur Pemkot.
(27/3) Saat penyuluhan virus Corona dan pembuatan disinfektan oleh solidaritas atau beberapa yang peduli dengan kondisi RW 11 Tamansari – Bandung yang hingga hari ini masih mengungsi di Masjid akibat rumahnya di gusur Pemkot.

Bagaimana dengan warga Pancer – Banyuwangi? Pengerukan tanah di Tumpang Pitu & Gunung Salakan telah menjadi hantu bagi mereka yang rumahnya ditambang. Kelestarian masyarakat dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya yang adalah petani dan nelayan ini telah terenggut saat perubahan status pegunungan Tumpang Pitu yang semula hutan lindung kemudian menjadi hutan produksi.

 (30/3) Pencarian massa aksi penolakan Tambang di Banyuwangi
(30/3) Pencarian massa aksi penolakan Tambang di Banyuwangi

Banyak sekali ketimpangan yang sesungguhnya menjadi kritik bagi negara. Hak atas perumahan merupakan hak yang utama dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya. Hal tersebut dikarenakan di dalam hak atas perumahan tersebut juga menyangkut hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk hidup tentram, aman, damai, bahagia dan sejahtera, hak atas lingkungan hidup yang baik, hak atas identitas yang berkaitan dengan hak atas pelayanan kesehatan dan juga hak atas jaminan sosial serta hak-hak lainnya.

Pemulung, tunawisma, dan rakyat yang tak ber–punya tetap tidur di jalan. Mereka tak mampu mempunyai cukup uang untuk membeli Hand Sanitizer dan Masker. Manusia ilegal di Bumi nya sendiri.

Pandemic untuk meredam Kemarahan Publik

Kami marah tentang perang terbaru. Pemerintah memutuskan untuk memulai, dan mereka mengabaikan kita lagi.

Berbagai institusi pendidikan, usaha kecil hingga akses transportasi di Lockdown.

Metode pertama adalah pemerintah harus memantau setiap orang, dan menghukum siapa saja yang melanggar ketentuan yang ditetapkan. Ingat, kita dimonitori!

Tepat Rabu (8/4) Ramayana City Plaza kota Depok PHK 87 karyawannya. Alasan kondisi finansial dan subsidi pusat yang membuat Ramayana kota Depok harus berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Depok soal rencana PHK karyawannya. Kasus diatas menambah catatan kelam rezim dalam menangani kasus pandemic pada sektor ketenagakerjaan, dan dengan memecat dengan alasan apapun sesungguhnya tidak dibenarkan. (cnbcindonesia.com)

Serikat Buruh dan berbagai organisasi sipil di berbagai kota di Indonesia telah sepakat untuk menolak pembahasan RUU Omnibuslaw Cilaka di tengah kondisi ketenagakerjaan yang sangat pelik.

Pemerintah lebih memilih untuk tidak meng–karantina kita semua dan memulai ketakutan bagaimana darurat sipil akan diterapkan. Sedang DPR terus melanjutkan Prolegnas 2020 dam RUU Omnibuslaw Cilaka. Mengapa mereka dapat berkumpul?

Nasib para buruh dan orang-orang yang terkena dampak pengesahan Prolegnas 2020 semakin di ujung tanduk. Saat berkumpul tidak diperbolehkan, kali ini Kapolri mengesahkan aturan yang sama menyebalkannya. ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 memungkinkan kriminalisasi terhadap rakyat dengan patroli cyber untuk monitoring perkembangan situasi serta opini di ruang cyber . Surat tersebut memungkinkan tidak diperbolehkannya penghinaan kepada penguasa, presiden dan pejabat pemerintah. Ini adalah cara jitu untuk meredam kemarahan masyarakat terkait pengorganisiran besar-besaran, bagi mereka yang memperjuangkan hak normatif–nya di tengah wabah virus ini.

Di tengah virus yang mewabah sekalipun, hak untuk tetap melanjutkan penolakan Rancangan Undang-undang tertuang dalam DUHAM. Hak tersebut dijamin dalam Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Pasal 25 Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik. Hak untuk berpartisipasi juga perwujudan dari hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat yang merupakan komponen inti dari kebebasan ruang sipil.

Tindakan konstitusional harus dimaknai sebagai semua tindakan yang diperlukan baik pendekatan hukum maupun politik untuk mendorong perubahan tata kuasa sekaligus membatasi kekuasaan agar tidak sewenang-wenang. Ditengah situasi yang seharusnya dapat ditanggulangi dengan maksimal, pemerintah lebih memprioritaskan Prolegnas ketimbang nasib mereka yang sangat rentan terkena virus bahkan kehilangan nyawa.

Selain krisis di berbagai belahan dunia, kita juga mendapati krisis kepercayaan terhadap negara.

Bagaimana Kita Bertahan dalam Krisis Ini?

Yuval Noah Harari (penulis buku Sapiens) menulis di Financial Times,  sebuah artikel yang mengajak kita berpetualang pada segala kemungkinan yang berpijak pada sejarah pengetahuan. Jelas Noah memahami bagaimana virus ini menjalar dengan dibarengi pada analisis biologis dan politik. Dunia setelah wabah adalah dunia yang sibuk dengan pemulihan krisis ekonomi, kemudian kapitalisme menawarkan laboratorium-laboratorium, dan teknologi medis sebagai penebusannya.

Anda mungkin berpendapat jika tidak ada yang baru dari semua ini. Semua muncul secara alamiah beserta beberapa konflik setelahnya. Kita bisa melihat beberapa korban jiwa yang meninggal, siapa yang tidak punya hak dasar sebagai warga negara. Tentu kota tidak bisa melewati bagaimana peran ekonomi politik dunia dan negara telah mempertajam krisis ini. Dunia saat ini adalah dunia yang dibangun kapitalisme. Negara memperioritaskan perdagangan dalam negeri, tentang bagaimana sumber daya alam harus dimaksimalkan sebesar mungkin untuk kepentingan negara.  Ratusan juta orang kelaparan di dunia dengan makanan berlebih. Sementara kaum miskin harus tetap menyisihkan tenaga nya untuk mencapai makanan itu dengan bekerja. Jutaan orang mati karena penyakit yang sesungguhnya bisa dicegah, sementara perusahaan farmasi menghabiskan lebih banyak untuk pemasaran daripada riset dasar. Pasar tidak mengenali kebutuhan manusia kecuali mereka didukung dengan uang tunai.

Lewat ini, saya akan kabarkan jika sejak kapitalisme muncul, krisis adalah hal yang akan sering kita jumpai. Kita mengalami krisis air, perubahan iklim yang begitu tajam. Sementara semua hutan digunduli, pembuangan limbah pabrik dimana-mana. Udara semakin kotor. Ketahanan tubuh manusia sangat rendah akibat oksigen yang tidak layak lagi bagi manusia. Apakah kehancuran ini bukan satu paket? Kita melihat dominasi manusia dengan manusia lainnya, dan dominasi manusia atas alam. Kaum tak ber–punya illegal di bumi nya sendiri.

Kapitalisme mengutamakan produksi atas alam, tentang bagaimana alam dapat diolah menjadi barang jadi, kemudian dapat diperjualbelikan oleh manusia. Masalahnya adalah bahwa setiap hari kita menciptakan dunia yang tidak dibangun untuk melayani kebutuhan kita dan tidak di bawah kendali kita. Kita adalah sumber daya manusia, roda gigi di mesin dengan satu tujuan: laba atau keuntungan. Pengejaran keuntungan tanpa akhir terus berlanjut kita terjebak dalam pekerjaan yang membosankan, atau mencari mereka ketika kita kehabisan kerja.

Saya mengukuhkan tesis bagaimana negara dan korporasi nasional tidak membantu kita sama sekali. Seperti yang dikatakan Nuval Harari, kita butuh kekuatan kolektif atas krisis ini. Memperkuat daya tahan pangan kita, dan mendistribusikan keperluan publik secara efektif. Aparat keamanan mempunyai segala cara untuk menggembosi militansi kita di tengah pandemic ini.

Saya akan merangkum tentang hal-hal yang akan kita lakukan di tengah wabah yang tak pasti ini. Sekarang memang tidak ada waktu mengharapkan nasib kepada pihak luar selain memperkuat kekuatan kolektif kita. Virus ini bukan dipecahkan oleh permasalahan individu saja, tapi soal kesadaran kolektif kita untuk melanjutkan hidup yang lebih baik dan terhindar dari virus ini. Sebab ilmu pengetahuan tidak butuh modal, karena kita mampu mencari hasil alam lalu mendistribusikannya kepada orang yang kurang beruntung disana.

Membangun sarana kerja-kerja sosial dan agitasi. Mentransformasikan kekuatan politik dan menyediakan ruang bagi mereka. Kita tidak bisa selalu meminta donasi dari luar atau menunggu kembalinya stok hand sanitizer dan masker di Apotek. Kita bisa memulai dari hak terkecil seperti pendistribusian makanan, obat-obatan, hingga memetik hasil alam dan mengolahnya. Komunitas organik perlu lahir untuk menjawab spontanitas ini. Gerak proporsional ini lebih relevan untuk sarana agitasi politik. Lalu kita dapat mengkampanyekan ketimpangan sosial, penggusuran ruang hidup, ataupun mereka yang tak punya rumah, sebagai kritik terhadap negara terkait kerugian mereka. Sementara itu memang kita tidak bisa mengemis kebaikan terhadap mereka, kita harus  menyelamatkan diri sendiri.

Tetap perkuat basis pengorganisiran di setiap titik konflik. Ekspresikan kemarahan publik. Semua umat manusia punya cita-cita bebas, damai, dan setara. Jika memang kita tidak mendapati itu, maka kita sesama rakyat harus saling membantu.

Anjuran untuk pembaca artikel ini “Masak lah yang banyak. Bungkus menggunakan kertas minyak. Berdoa pada makan malam mu. Lalu bagikan kepada tunawisma dan pemulung yang ada di kota mu. Jangan berharap pada negara. Tidak ada yang ilegal di bumi nya sendiri”