PPMI Bali: Tolak Intimidasi Terhadap Pers Mahasiswa, Bebaskan Reporter LPM BOM Institut Teknologi Medan

0
644
(doc: PPMI)

Lembaga pers mahasiswa merupakan lembaga yang dibentuk oleh mahasiswa dalam suatu kampus untuk menjalankan tugas-tugas jurnalistik serta menjadi media alternatif bagi masyarakat luas, ditengah pemberitaan oleh media pers pada umumnya. Keberadaannya dijamin oleh kampus dan Undang-Undang Republik Indonesia. Jika terjadi tindakan represif dan atau intimidasi terhadap pers mahasiswa maka itu adalah sebuah Penindasan dan Pelanggaran Undang-Undang (UU).

Setelah sekian banyak kasus intimidasi yang dialami oleh pers mahasiswa di beberapa kampus. Kasus ini terjadi kembali, tugas-tugas jurnalistik yang dilakukan Fikri Arif dan Fadel Muhammad Harahap dari LPM Bursa Obrolan Mahasiswa (BOM) Institut Teknologi Medan (ITM) mendapat intimidasi dari pihak Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan. Hal ini bisa saja menjadi pertanda tak dipahaminya konteks kebebasan Pers oleh aparat penegak hukum secara penuh. Padahal, di era reformasi ini, kebebasan insan Pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya telah dijamin oleh UU no. 40 tahun 1999. Sementara kebebasan melakukan aksi dijamin dalam UU no 9 tahun 1998 pasal 2 yang berbunyi: “Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Dengan begitu, sangat tidak patut jika aparatur negara justru mengebiri hak-hak dasar warga negara yang telah diatur dalam perundang-undangan itu. Apalagi, terdapat dugaan bahwa ada oknum yang melakukan penangkapan terhadap dua anggota persma LPM BOM juga melakukan tindak kekerasan terhadap mereka dalam bentuk pemukulan karena ditemukan luka-luka pada tubuh Fikri dan Fadel. Tentu saja kejadian ini sudah sangat melenceng dari tugas aparatur saat terjadi aksi penyampaian pendapat di publik yang diatur dalam UU no 9 tahun 1998 pasal 7, yang berbunyi:

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara. Aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a) melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d) menyelenggarakan pengamanan.

 

Berikut rangkuman kronologi kasus penangkapan reporter LPM BOM :

Tanggal 1 dan 2 Mei 2017, Reporter LPM BOM meliput aksi Konsolidasi Akbar Gerakan Mahasiswa SUMUT. Kira-kira pukul 19.00-19.30 WIB pihak kepolisian berhasil mengamankan 6 orang mahasiswa. 3 mahasiswa berasal dari USU, 2 mahasiswa berasal dari ITM, 1 mahasiswa berasal dari Univeritas Dharma Agung. 2 mahasiswa (Risky dan Aziz) USU diamankan saat mereka hendak mengambil sepeda motor yang diparkir di pintu I USU. 1 mahasiswa (Mensen) diamankan di depan fakultas ilmu budaya USU. 1 mahasiswa Dharma Agung diamankan di pintu I USU saat mahasiswa tersebut sedang melakukan peliputan berita aksi tersebut. 2 orang mahasiswa ITM ditangkap di depan pintu I USU saat melakukan tugas meliput aksi demonstrasi tersebut. Mensen yang diamankan dari dalam kampus mendapatkan pemukulan dari pihak kepolisian.

Selasa (2/5), Pukul 11.00-15.00 WIB, tim pengacara yang mengatasnamakan Tim KORAK (Koalisi Rakyat Anti Kriminalisasi) terdiri dari BAKUMSU, KONTRAS dan LBH Medan mencoba melakukan audiensi dengan Kasat Intel Polresta dalam rangka mempertanyakan mahasiswa yang sedang ditahan oleh Polresta Medan, namun tidak terlaksana karena pihak polisi mengatakan Kasat Intel tidak ada di kantor. Pihak Polresta tidak mengijinkan Tim KORAK untuk berjumpa dengan mahasiswa yang ditahan dengan alasan belum 1 x 24 jam. Pukul 13.40 mahasiswa atas nama Solidaritas Mahasiswa Medan (SOLMED) melakukan aksi demonstrasi didepan kantor polrestabes medan dengan tuntutan meminta agar mahasiswa yang ditangkap segera dibebaskan. Aksi berlangsung dengan tertib walau pihak kepolisian mencoba memprovokasi massa dengan melakukan pengamanan berlebihan yang mendatangkan pasukan sabhara kembali. Pukul 15.00 WIB aksi SOLMED bubar di taman budaya sumatra utara. Malam harinya, 3 mahasiswa yang ditangkap oleh polrestabes medan dikeluarkan karena tidak terbukti terlibat aksi tersebut. Mereka adalah abdul aziz panjaitan, rizki halim, & juprianto.

Rabu (3/5), 3 orang mahasiswa yang masih ditahan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polrestabes medan, mereka adalah fikri arif, fadel m.harahap, & sier mensen. 1 orang warga sipil bernama erlangga kurniawan. Sekitar pukul 18.30 WIB seorang mahasiswa bernama Syahyan P.Damanik dari Lembaga Pers Mahasiswa ITM ditangkap oleh aparat keamanan disekitar kampus ITM dan dibawa ke polreta medan.

Sabtu (6/5) dan Selasa (9/5), Gumilar Aditya Nugroho selaku kuasa hukum baru bisa menemui ketiga mahasiswa tersebut padahal penahanan sudah dilakukan sejak Selasa lalu

(2/5). Hingga Rabu (10/5) pengacara yang mendampingi mahasiswa ITM dan USU belum mendapatkan turunan berkas acara penyelidikan (BAP) dari pihak penyidik. Hal ini membuat proses pembelaan kepada mahasiswa yang ditahan di Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan menjadi terhambat.

Polrestabes Medan sudah melakukan tindakan yang merepresif, menyerang masuk kedalam kampus, lengkap dengan kekuatan bersenjatanya bukan hanya mencerminkan tindakan yang sewenang-wenang & berlebihan, melainkan juga bentuk pengekangan dan pelanggaran keras terhadap kebebasan berkumpul dan bersuara serta intimidasi terhadap kehidupan kampus sangat jelas sudah bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi. Penggrebekan sekretariat organisasi serta penangkapan para aktivis mahasiswa yang tidak berlandaskan dengan pasal apapun, ditambah lagi dengan tidak adanya surat penangkapan resmi yang sangat cacat adsminitrasi merupakan suatu bentuk kebobrokan instansi kepolisian dalam menjalankan amanat UUD 1945 sebagai pemegang otoritas hukum tertinggi. Selain itu, tindakan kepolisian yang tidak mengizinkan pihak keluarga dan advokat untuk menemui tahanan patut ditinjau kembali. Akibat sikap arogansi ini hak-hak mahasiswa yang sedang ditahan, terutama hak untuk didampingi penasehat hukum telah diabaikan oleh pihak kepolisian. Dan kepolisian sudah tidak koorperatif lagi dalam menjalankan tugasnya.

 

Melihat kondisi demokratisasi dalam negara Indonesia sudah diingkari dengan intimidasi dan sikap represif dari pihak kepolisian, maka kami dari PPMI Bali menuntut :

  1. Lakukan transparansi proses hokum yang dilakukan Polrestabes Medan terhadap reporter LPM BOM
  2. Bebaskan semua reporter LPM BOM yang ditahan oleh Polrestabes medan.
  3. Hentikan tindakan represif TNI/POLRI terhadap kebebasan berkumpul dan bersuara.
  4. Adili seadil-adilnya pelaku pemukulan reporter LPM BOM saat meliput aksi Hardiknas.
  5. Polrestabes harus meminta maaf kepada kedua reporter dan kepada LPM BOM ITM secara tertulis.
  6. Tegakkan amanat Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang kebebasan Pers
  7. Tegakkan amanat UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28E ayat (3)
  8. POLRI dan KOMNASHAM harus menindak jajaran Polretabes Medan yang telah mengabaikan HAM para aktivis mahasiswa yang ditahan.
  9. Mengecam segala bentuk tekanan secara fisik dan mental yang bertujuan untuk membatasi kerja-kerja jurnalistik dalam hal mendapatkan, mengelola, dan menyebarkan informasi yang menimpa LPM BOM ITM
  10. Memberikan hak pendampingan kepada para mahasiswa yang ditahan. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum serta Surat Edaran Mahkamah Agung No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum

 

Demikian pernyataan sikap ini dibuat agar Polrestabes Medan dapat mempertimbangkan penangkapan kawan-kawan LPM Bursa Obrolan Mahasiswa. Kasus penangkapan ini merupakan tindakan yang mencoreng kebebasan pers. Semoga kawan-kawan LPM BOM dan USU dapat segera dibebaskan dan kejadian ini tidak terulang kembali.

Salam Persma!

 

Narahubung:

Bagus Putra Mas (Sekjend PPMI Kota Bali: 085738218816)

Yoko Sunarma Yasa (BP Advokasi PPMI Kota Bali: 981916756148)