Sudah 20 Tahun, Kapolri Harus Tuntaskan Kasus Udin

0
525
Peringatan 20 tahun Udin di Yogyakarta (Foto: Dokumentasi LPM Ekspresi Universitas Negeri Yogyakarta)

Sudah 20 tahun kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhamad Syafrudin, belum dituntaskan kepolisian. Syafrudin atau yang akrab dipanggil Udin diduga dibunuh karena aktivitasnya sebagai jurnalis yang sering memberitakan isu korupsi di lingkaran pejabat Kabupaten Bantul, yang saat itu dipimpin oleh Bupati Sri Roso Sudarmo.

16 Agustus 1996 tidak bisa menulis berita lagi. Awalnya ia dianiaya oleh orang yang tidak dikenal pada tanggal 13 Agustus 1996, hingga mengalami koma, kemudian meninggal. Sejak saat itu, tidak ada upaya serius dari kepolisian untuk menuntaskan kasus pembunuhan Udin. Klaim yang pernah diberikan kepolisian terhadap Dwi Sumaji sebagai tersangka karena terkait masalah pribadi tidak bisa diterima di Pengadilan Negeri Bantul. Sudah 20 tahun, pembunuh Udin pun masih menjadi rahasia.

Hari ini Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menuntut Kapolri, Tito Karnavian mengutamakan penuntasan kasus Udin. “20 tahun kasus Udin belum berhasil diungkap oleh kepolisian, ini merupakan sebuah kelemahan penegakan hukum di Indonesia. 20 tahun merupakan waktu yang sangat panjang bagi kepolisian untuk mengungkap pembunuhan terhadap jurnalis Udin,” ungkap Abdus Somad, Sekjend Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia.

Abdus Somad menegaskan, PPMI akan konsisten ikut mengawal kasus Udin. Menuntaskan kasus pembunuhan Udin bagi kepolisian merupakan pintu awal pemerintah menjaga kebebasan pers dan menjalankan amanat undang-undang. Baginya, ketidakseriusan kepolisan dalam menuntaskan kasus pembunuhan Udin juga akan mengancam pelanggaran kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di negeri ini.

Pelanggaran kebebasan pers di kampus, yaitu pers mahasiswa saat ini juga sedang marak-maraknya. PPMI mencatat sejak Januari 2013 sampai Mei 2016, dari 64 pers mahasiswa di berbagai daerah yang tercatat, 47 pers mahasiswa mengalami kekerasan sedangkan 17 pers mahasiswa tidak mengalami kekerasan. Kasus pelanggaran kebebasan pers di ranah kampus yang paling banyak adalah kasus intimidasi, kemudian pembredelan, pelecehan, semuanya tercatat sejumlah 72 kasus dari 47 pers mahasiswa.

PPMI juga meminta kepada Presiden Joko Widodo, agar lebih serius dalam menegakkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat. Bagi Abdus Somad, dengan menegakkan hal itu akan terwujudkan negara yang demokratis. “Kepolisian juga jangan bertindak arogan dalam menyelesaikan sengketa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi” tegasnya.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mencatat selama Januari 2015 sampai Agustus 2016, ada 54 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Di antara kasus yang dicatat oleh AJI Indonesia yaitu ancaman teror (11), kekerasan fisik (22), penyerangan kantor (1), pembunuhan (1), pemidanaan (1), pengerusakan alat (5), pengusiran/pelarangan liputan (13).  “Maraknya kasus kekerasan terhadap jurnalis atau lembaga pers yang terjadi di Indonesia itu karena tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengawal kebebasan pers. Terbukti kasus pembunuhan jurnalis Udin sudah 20 tahun belum juga terungkap. Pembiaran kasus pembunuhan Udin oleh kepolisian, dikhawatirkan ke depannya  kebebasan pers dan kebebasan berekspresi akan semakin terenggut” tandas Abdus Somad.

 

Narahubung:

Sekjen PPMI Nasional, Abdus Somad ( +6281226545705 )

Litbang PPMI Nasional, Nur Sholikhin (+6285643187271 )